Breaking

Thursday, May 4, 2017

Memory Dan Fakta 2

Memory Dan Fakta 2

Sepenggal Kisah Dewasa, Kisah DEwasa Terhangat, Kisah Dewasa Nyata, Kisah Dewasa Terbaru, Teng !! teng !! teng !!, bel sekolah berdentang.
Kisah Dewasa, Kisah DEwasa Terhangat, Kisah Dewasa Nyata, Kisah Dewasa Terbaru
“Hore, pulang cepet besok libur yes !”, gembira seorang pelajar, karena pulang lebih awal.
Kunjungi Juga Gelorabirahi.com
Kepala sekolah, wakasek dan para guru segera berkumpul di suatu ruangan untuk rapat singkat menjelang Ebtanas. Pelajar/a berlarian keluar gerbang yg telah dibuka satpam. Para Guru juga tampaknya ingin pulang cepet, bertemu keluarga untuk merencanakan jalan-jalan esok harinya. Semua berlalu-lalang melewati pos jaga satpam, dimana sang penghuni kini sedang duduk di bangku sembari melempar senyum, Pak Mukidi namanya. Pak Kepala sekolah dan Wakasek yg terbiasa pulang paling akhir juga langsung pulang setelah usai rapat.
Sekolah terlihat sepi, walaupun masih ada beberapa siswa/i dengan berbagai keperluan masing-masing, untuk hari ini ibadah Jum’at ditiadakan. Sejak bubaran sekolah, Jessy meminta tolong dibelikan rokok, dia tau aqu mau jajan di luar sekolah, kemudian dia pergi meninggalkanku cepet-cepet. Aqu ke kamar mandi, berayahsan dengan Mang Trimin yg baru usai menyikat kloset. Dia mengedipkan sebelah mata, aqu meleletkan lidah sembari menjulingkan mata yg ditanggapainya dengan sebuah cengiran. Baru saja mau ke kloset yg ada di dalem dan hendak menutup pintu, Mang Trimin mengganjal dengan kakinya mau turut masuk. Aqu menolak namun dia memaksa, sedangkan aqu sudah tak tahan mau kencing.
“Iih, ngapain sih Mang ?! nanti ada yg lihat !!” gerutuku.
“Tenang aja…udah Mamang kunci, udah sepi kok !” bujuknya terus mendorong.
“Jangan Mang…Miska ‘gag mau !” mintaku mencoba bertahan.
“Ayolah Neng geulis, secelup dua celup aja…” rayuan gombalnya.
(Muka lu ‘gag mungkin bingit…ada sejuta-dua juta celup !!), keluhku dalem hati.
“Mamang aah, Miska khan mau kencing !” protesku merengutkan muka, karena sudah kebelet.
Bukannya mendengar rengekan, dia malah semakin kuat menodorong tau aqu mau kencing. Dikiranya tadi aqu cuma ingin ganti baju, maka jadilah dorong-dorongan pintu yg semakin seru. Karena tenaga kita tak sebanding, masuklah Mamang ke dalem. Aqu yg sudah tak tahan, langsung menaikkan rok dan menurunkan celana dalem. Berjongkok kencing di saksikan olehnya. Aneh benar…aqu tak malu, tampaknya aqu semakin terbiasa dengan perihal memalukan ini, bahkan merasa sexy dan horney melihat tatapan nanarnya.
Mang Trimin mengeluarkan burungnya dan mengocok di depanku sembari berjongkok pula. Edan, aqu bergairah dengan ke-abnormalan ini. Aqu usai kencing dan menyiram, dengan telaten kubilas keperempuanan sampai bersih, aqu memang merawatnya apik. Sesudahnya, Mang Trimin bilang ingin bantu mengeringkan. Sebenarnya lebih tepat dikatakan menggerayg daripada mengeringkan, karena cuma bagian ‘itu-itu’ saja yg diusap. Mata-ku merem melek menerima kenakalan jarinya. Badanku menggelinjang nikmat, libido naik cepet, terlukis dari lembabnya lubang serta nafasku yg berat. Jemari itu mencelup ke dalem, mencari benda seperti kacang yg kemudian dipencet dan dipuntirnya. Bukan cuma itu, dia juga menciumi paha dan menelusurinya dengan lidah. Mang Trimin memang berada dibawah, jadi kepalanya sejajar dengan kakiku yg berjongkok.
“Neng Miska makin ca’em aja kalo lagi begini !” komentarnya, melihat mataqu yg sayu akibat terangsang berat. Mang Trimin kemudian menarik keluar jari dan mengendusnya, dia menyeringai dan berkata.
“Neng Miska cepet bingit beceknya, liat nih”, dengan bangga dia memperlihatkan jarinya yg belepotan cairan bening di depan mukaku, lalu dijilat dengan raqus sampai bersih.
Aqu menghembuskan nafas penuh gairah, merasa cantik dan sexy berpuloe-puloe kali lipat atas perlaquan udiknya. Dia menangkup bokongku dan membenamkan mukanya ke selangkanganku. Kemaluanqu diseruputnya habis-habisan seperti orang kehausan, kujambak dia sekaligus berpegangan karena taqut jatuh. Puas menjilat, dan lubangku dirasanya telah banjir lendir. Disuruhnya aqu nungging menghadap tembok. Bleessh! desahan nikmat menggema sebagai awal tanda persebadanan, yg langsung dilanjutkan dengan sodokan-sodokan. Dengan kedua tangan, dia mengangkat rok belakang-ku untuk menambah pemandangan. Pipiku melekat pada tangan yg bersandar di dinding, kugigit-gigit kecil jari tangan dan mengerang sejadi-jadinya.
“Iya-aaaaahh…daleman Maang, Aawh !!”, dia menampar bokongku dengan gemas.
Mang Trimin senang mendengar pekikan-ku, makin getol saja dia menyodok. Semakin lama, tumpuan tanganku semakin turun, tak mampu lagi menahan beban badan dan gaharnya sodokan. Sampai-sampai, sebelah tanganku harus berpijak di lantai, yg otomatis bokongku semakin nungging dan tentunya Mang Trimin semakin merasa gagah menggauliku. Menuju klimaks, badanku ditariknya ke belakang dan dihempas ke depan sampai melekat di tembok dengan kaki berjinjit. Kita mengejang nikmat dan mendesah berdua sembari berpelukan, banyak sekali pejohnya kurasa. Tuntas ejaqulasi, seenaknya saja dia pergi. Kemaluan-ku diperlaqukan bagai Bank air mani saja. Aqu terpaksa membersihkannya lagi deh, kurapikan pakaian yg acak-acakan dan menuju luar sekolah dimana banyak penjaja makanan ringan.
Namun, baru saja membuka pintu kamar mandi. Aqu mendengar geraman serak lelaki yg disahut erangan seorang wanita. Di kala itu, sekolah memang sudah sepi sepenuhnya. Aqu menoleh, tak jauh kulihat Silvia sedang di doggy. Dia bertumpu pada kedua telapak tangan dan lututnya di lantai, roknya tersingkap ke punggung. Celdam biru muda bercorak polka dot putihnya sudah turun selutut. Lelaki di belakangnya yg sedang asyik menggenJesst tak lain adalah Pak Slamet (45 thn), dia tukang sapu sekolah berperut buncit. Posisinya setengah berdiri dan setengah berjongkok, dengan tangan mencengkram pinggang. Mukanya tersenyum cerah, sedang Silvia tertunduk lesu. Tak heran, dengan bebasnya ia melesakkan kemaluan dalem-dalem dan berulang kali. Kondisi itu membuat Silvia jalan merangkak, bergerak perlahan menjauhi sang lelaki. Tak suka karena menggangu kenikmatan, Pak Slamet menjambaknya kasar sebagai hukuman. Entah sudah berapa kali Silvia digarap sampai klimaks, yg terlihat pasti dari kelelahan di mukanya lebih dari satu kali.
Pak Slamet melepas jambakan, menarik kedua lengan Silvia kebelakang dan bergerak brutal maju mundur mencari ejaqulasinya. Badan Silvia sampai terpental-pental, rambutnya yg jatuh ke lantai tergerai awut-awutan. Dengan tiba-tiba, Pak Slamet menyodokkan kemaluan di kedaleman paling dasar menyentuh rahim. Badan gemuknya berkeloJesstan, sembari menggemeratakan gigi dan mencengkram erat lengan. Menggambarkan si perempuan tak diizinkan beranjak pergi sampai tuntas ejaqulasi. Silvia mendesah panjang, pasrah lubangnya dihujani mani. Kemaluan Silvia yg menggiurkan…menampung air mani yg menjijikkan…dari lelaki gemuk berprofesi rendahan…yg sama sekali tak menjankalon…tanpa kejelasan di masa depan. Mata mereka tampak redup, terlihat sekali mereka menikmati seks-nya. Terutama Pak Slamet, selain nikmat tentu bangga bisa menyenggama wanita muda Indo Kanada. Aqu tak tau apa Silvia turut klimaks, yg pasti tukang sapu itu usai melampiaskan gairahnya. Puasnya tuntas, Pak Slamet menarik keluar kemaluan dan melepas cengkraman. Silvia mekemaluank seirama letupan, diteruskan badan yg jatuh ambruk tertelungkup. Pak Slamet berlutut di depan muka, minta dibersihkan dengan mulut, Silvia memenuhi hajat itu. Setelahnya, Pak Slamet membetulkan celana dan beranjak pergi tersenyum puas. Aqu tak menyalahkannya, habis kita yg memancing di air keruh. Kuayahh sahabatku yg baru saja dibor habis-habisan, kasihan jalannya ngengkang.
Wajar saja sih, kemaluan sempitnya ditumbuki kemaluan gemuk. Tadi pagi sebelum bel masuk sekolah, keadaanku tak jauh beda. Kita ke kamar mandi, Silvia membersihkan sekaligus mendinginkan lubang yg serasa hangus digesek benda tumpul. Aqu meninggalkannya, menuju luar sekolah. Pos satpam kulewati, Pak Mukidi melempar senyum. Heran, sejak sekolah usai, kulihat dia cuma duduk saja. Tak seperti biasanya yg suka berdiri memegangi pintu gerbang. Tambahan lagi mukanya itu, sesekali meringis. Hatiku bertanya-tanya, (aneh ? ada apakah gerangan ?!). Sembari berpikir aqu terus berjalan menuju tempat jajanan, sekolahku itu sedikit masuk ke dalem, jaraknya kira-kira 100 m. Jalanan yg kususuri cuma muat 1 boil dan 1 motor. Kalo ada 2 boil masuk berlawanan, maka harus ada salah satu yg mengalah. Kiri dan kanannya tembok berukuran tinggi, tanpa ada rumah masyarakat.
**************************

-@- kami adalah…SEX ADDICTED !!.
Sampailah aqu di depan, rupanya disinilah semua berkumpul. Para siswa memang biasa nongkrong ditempat ini, jajanannya lebih lengkap dibanding kantin di dalem sekolah. Sejak sampai disitu, banyak mata mengarah padaqu, terasa sekali aqu seperti ditelanjangi, namun aqu berusaha mengacuhkannya. Beberapa siswa biasanya nunggu Jum’atan. Tak lama kemudian, Adzan berkumandang. Mereka meninggalkan tempat ini, kontan beberapa penjual juga banyak yg pergi karena tak ada pembeli. Keperluanku adalah ke tukang es, yg sekarang ada di warung rokok sedang membeli Djarum Super. Pemilik warung rokok itu bernama Bang Entong, kepalanya plontos tanpa rambut sehelaipun alias mengkilap. Dia juga terbiasa melayani pemmudan rokok para siswa bahkan pelajar yg seharusnya dilarang keras. Untuk dirinya, sejauh itu menambah keuntungan, dia tak peduli dan siap memegang rahasia. Tukang Es yg usai bertransaksi, buru-buru lari ke gerobaknya melihat ada pembeli.
“Eh, Neng Miska…es nong-nong yah ?”, tanya lelaki berambut keriting yg mengenakan topi pancing.
“Iya, Bang Pi’ak …satu yah !”.
“Neng Miska kelas tiga ya ? wah, sebentar lagi Bapak kehilangan dong” godanya, sembari menyendok es ke sebuah cone.
“Hihihi ya gitu deh…masa disini terus, khan pengen pakai putih abu-abu Pak !” sahutku.
“Hahaha iya ya, nih es-nya…”
“Nih Pak, ambil aja ya kembaliannya !” kataqu seraya tersenyum manis.
“Waah, makasih Neng…ck ck ck, udah cantik, baik lagi…beruntung nih pacarnya”.
(Sial…jadi inget Febry gw, bodo ah !), keluhku dalem hati.
“Makasih ya Pak !” sahutku, berlalu meninggalkannya.
“Sama-sama Neng…”balasnya dari kejauhan.
(Mmm…enak bingit panas-panas gini ma’em es…Nyam-nyam ^o^).
Aqu tiba di gerbang, Pak Mukidi masih saja duduk di pos satpam dengan posisi sama, yg semakin membuatku keheranan saja. Aqu masuk lebih dalem, tak jauh kulihat Silvia dan ‘ya ampuun…!’, aqu menggeleng kepala melihatnya dikerjai lagi. Dia yg sedang sibuk menggembol dua tas (tasnya dan tas Jessy) sebelah tangan, dipaksa berlutut oral sex. Silvia melempar pandangan ke arah-ku dengan mulut dipenuhi kemaluan, tangan satunya dipakai Mang Trimin mengocok kemaluannya. Mereka tau kehadiranku, Pak Slamet melambaikan tangan mengajakku bergabung. Kali ini aqu menolak tak mau turutan, bukan tak mau membantu, namun sedang menikmati makanan, khan eneg juga. Aqu menggeleng kepala, mengangkat Es di tangan, mengatakan secara tak langsung bahwa sedang makan dan tak turutan dulu.
Dia mengerti, walaupun di mukanya terlihat guratan kecewa. Kekesalannya, dilampiaskan dengan menggunakan mulut bagai kemaluan lonte saja. Maju mundur seenak beruknya, sampai muka terbenam di kerimbunan bulu kemaluan. Silvia tersedak, tangannya mendorong perut yg terus mendesak agar menjaga jarak. Pak Slamet mencabut kemaluan dan mengocoknya sendiri bersamaan Mang Trimin. Silvia bisa bernafas lega, walaupun masih terbatuk-batuk karena tenggorokannya berulang kali di colok kemaluan.
Mereka mengerang dengan kepala mendongag, Silvia yg sudah pasrah mengibaskan rambut, menjulurkan lidah sembari mendesah. CROOOTTTS !! Cairan putih pekat, kental dan berbau khas memancar dengan deras. Baju dan tas mau tak mau kecipratan, bahkan rambutpun juga. Kedua bandot nampak geram menembaki muka dengan air mani. Muka Silvia yg belepotan ditertawakan mereka berdua, diratakannya mani sampai mengkilap. Setelah itu menarik reseleting, dan pergi begitu saja. Silvia yg sudah terbiasa dengan keadaan itu, berjalan ke kamar mandi hendak mencuci muka setelah menitipkan tas padaqu sebelumnya. Tak lama, dia kembali dengan muka segar. Silvia meminta kembali kedua tas karena aqu sedang menggenggam es.
“Mis…lo liat Jessy gag ?” tanyanya.
“Enggag tuh, Leph leph..tadi sih ada, dia nitip rokok trus ngacir tau kemana Leph leph btw, sori ya tadi ga bantuin nyepong Leph leph !” jawabku sembari terus menjilat Es.
“Engga papa, gimana sih…katanya ‘gag lama-lama disini, Uuuh..” keluh Silvia.
“Hus Sil, di rambut tuh !” tunjukku, pada cairan putih pekat yg membercak.
“Apaan..oh, iya nih…dasar Slamet gendut !” gerutunya muna, dia menyeka kemudian dijilat juga itu air mani.
“Leph, Aah…lo ngeluh namun ditelen juga tuh pejoh hihihi Week !!” ledekku.
“Hihihi Iiiihh…”, dia tertawa jahat kemudian mencubit lenganku.
“Aduduh…!”.
“Hihihi, rasain !” katanya menyukuri.
“Uuuh…atit tauk !!” aqu mengeluh sakit, karena cubitannya membiru di lengan.
“Iya iya maaf…mana-mana sini !” Silvia menarik lenganku dan Leeph..!!.
Syuurr…!, darah di badan berdesir ketika lenganku dijilatnya sembari melihatku. Aqu pun balik melihat, kita bertukar pandang beberapa ketika.
“Hayoo, Miska mikir apa ?!” godanya.
“Iiiih…nyebelin !” kucubit dia sebab mengganggu fantasy, pipiku merona karenanya.
Kita aqui, kita bukanlah wanita yg sepenuhnya straight. Sejak seringkali berpetualang sex bersama, kita suka tergoda untuk lesbian bertiga, walaupun tak ada niatan menjurus serius kesana.
“Aduduh, sakit tau…enak tuh !” kata Silvia tertarik es-ku, ketika itu memang terik sekali jadi makan es pas betul momentnya.
“Beli aja tuh di depan, masih ada Abangnya…sekalian deh yuk, gw juga lupa mau beliin Jessy rokok !” ajakku.
Kita pun berjalan dengan riang bersama menuju luar sekolah, melalui pos satpam. Lagi-lagi, Pak Mukidi masih dalem posisi duduk yg sama, aneh ?. Ternyata, bukan cuma aqu, Silvia pun juga merasakan perihal yg sama.
“Pak Mukidi, lihat Jessy ‘gag ?” tanya Silvia. Muka lelaki itu terlihat seperti sedang dilanda gairah, mulutnya membuka berusaha mengeluarkan kata-kata.
“Diii..di Oookh !! Ohookhh !!”, dia medesah.
Badan hitamnya yg tegap mengejat nikmat, tangannya yg tadi di atas meja turun ke bawah yg tak terlihat dari luar karena terperihalang oleh tembok. Aqu dan Silvia berlari kecil masuk ke pos itu dan Jongkok bersamaan.
“JESSY !!!” teriak kita.
Mukanya yg belepotan mani, tersenyum nakal sembari meleletkan lidah ke arah kita. Rupanya dia mengocok kemaluan Pak Mukidi dengan payudara di kolong meja sampai klimaks. Edan memang dunia, namun itulah yg terjadi apa adanya. Kedua sahabatku yg cantik-cantik itu, Silvia dengan bibir tipisnya, Jessy dengan sepasang payudara montoknya, sangat menyukai seks. Juga diriku, yg kini menjadi…‘kecanduan KEMALUAN !!’. Beruntunglah para lelaki buruk rupa, karena kita mudah diajak naik ranjang dengan lelaki model begitu, bahkan kita yg balik mengajak. Hypersex telah mengendap di jiwa dan merambah ke raga, We are…sex addicted !!.
<#><#><#>
“Gila lo Pak…lama bener ngecrotnya, sampe pegel payudara gw !” keluh Jessy asal.
“Fiuuh…maaf Neng, namun enak bingit lho kenyal…Heeh” komentar Pak Mukidi mendesah puas.
“Jessy…gw cariin dari tadi juga, eh..dia ngumpet di kolong nyepong !” gerutu Silvia dengan kata-kata kotor yg tak kalah asal.
“Hihihi sorry…slurph !” sahutnya, sembari menyeka mani di muka dan sekitar dada, lalu menjilat jarinya sendiri.
Dia keluar dari kolong meja, aqu tersenyum melihat kelaquan mereka, seandainya kawan-kawan atau Guru melihatnya, tau deh ^o^.
“Jadi, sejak bubaran sekolah…lu di kolong ini Jess ?” tanyaqu penasaran.
“Hihihi, yaph !” sahutnya ringan.
“Gila…‘gag taqut apa, ke ‘gep sama siapa gitu ?”, tanya Silvia, meneruskan rasa penasaran kita.
“Yah, justru tegangnya ituu hehe tantangannya Bo !” jawabnya, kita cuma menggeleng kepala, salut dengan kenekatannya.
“Cabut yuk” ajak ku.
“Nanti ah, buru-buru amat…gw belum digauli, lo berdua kan pada udah !” protes Jessy.
Dia membangunkan Pak Mukidi yg masih menikmati ejaqulasinya, merebahkan diri di kursi dengan menyandarkan kepala. Aqu dan Silvia berlalu meninggalkan mereka. Sampailah kita di depan, rupanya sudah sepi. Tadi setaknya masih ada beberapa penjaja makanan, sekarang cuma tinggal tukang es tadi dan Bang Entong.
Esku habis, aqu menuju warung membeli rokok untuk Jessy, sementara Silvia ke Pak Pi’ak beli es. Karena kepanasan, aqu dan Silvia membuka kancing atas baju.
“Bang Entong…biasaa, A Mild Green hehe” kataqu tersenyum seraya menyerahkan uang.
“O, hehe buat Neng Jessy ya ?” sahutnya sudah tau. Genk kita memang dikenal banyak orang, sampai-sampai penjaja makanan.
Setelah menyerahkan barter berupa uang dan rokok, aqu menghampiri Silvia dan Pak Pi’ak yg sedang menyendok es.
“Udah ?” tanyaqu, sembari menepuk-nepuk bungkus rokok ke telapak tangan.
“Nih…dikit lagi” kata Silvia tak sabar, sebenarnya pelayanan Pak Pi’ak tak biasanya lambat.
Faktor utamanya adalah karena dia membuka kancing dibawahnya satu lagi, sembari mengibas-ngibaskan tangan kepanasan. Muka manis, bibir tipis, tinggi putih sexy abis. Menjadikan Pak Pi’ak jelalatan hendak memakan pembelinya saja. Aqu berpikir, apakah Silvia sengaja pamer ataukah tak.
“Ti, beliin Jessy juga deh ya satu !” suruhku, untuk memecah suasana.
Silvia dan Pak Muin sudah saling pandang soalnya, bisa berabe kalau mereka nekat ML di tempat umum gini. Pak Pi’ak sih tentu tak peduli, yg penting bisa ngentot. Aqu berharap, sahabatku tak senekat itu.
“Satu lagi ya Pak, cepet !” suruh Silvia.
Kata-katanya sudah benar, namun kelaquannya itu ‘aduh !’. Malah semakin melebarkan baju yg sudah terbuka, ditambah acara garuk-garuk paha lagi, mentang-mentang paha putih mulus lagi jenjang.
Akhirnya Pak Pi’ak usai. Dia menyerahkan es pada Silvia dengan mata mencuri-curi pandang ke dada, yg sudah terlihat di balik Bra biru muda, serasi dengan LippGloss dan kutek di kukunya. Gilanya, Silvia menerima es sengaja menggenggam tangan Pak Pi’ak. Kontan Pi’ak Jr. pun bangun, di tengah hari bolong.
“Eh tumpah…” Silvia berakting.
“Sa-sa-satu lagi ?”, Pak Pi’ak langsung grogi dan tergagap, merasakan kehalusan telapak tangan Silvia.
“Iyah…Pakh, Emh Sssh”, Silvia menjawab dengan menggigit bibir bawah dan mendesah dengan muka sayu, sengaja menggoda.
Trek tek, tek, tek, tek !, tangan Pak Pi’ak gemetar, sampai sendok penyeruk es mengetuk gerobak yg terbuat dari seng. Aqu menahan tawa, walaupun taqut juga mereka bakal nekat. Sial, Silvia betul-betul bitchy. Dia sengaja menjilat es bagai menjilat kemaluan. Dijilatnya gagang Cone itu, lalu naik ke atas dan mencucup pucuk es. Dia melaqukannya sembari berjalan mendekati Pak Pi’ak, tadi dia di seberang gerobak. Setelah berada disampingnya, dia menaruh kedua tas di bangku panjang yg biasanya untuk pembeli duduk, lalu pura-pura melihat ke tempat es. Tangan Pak Pi’ak yg gemetar, terus menyendok es sekenanya. Namun alhasil, es itu cuma tersendoki setengah dan belepotan tak karuan karena tak konsen. Dia lagi fokus memandang dada, mempelototi bibir juga lidah yg meliuk nakal. Tangannya yg bergetar bagai gempa bumi, memberikanku es yg tak berbentuk. Aqu yg bingung mau berkata apa terpaksa menerimanya, sesampai kedua tanganku kini penuh dengan rokok dan es.
“Pak Pi’ak…leph leph, es krimnyah..enak Leph !”, goda Silvia, melaqukan jilatan maut pada pucuk es.
“Sil..Sil, jangan gila deh lo !” kataqu memperingatkan, namun diacuhkannya.
(Heh, dasar lebai…digauliin sampe kelenger baru tau loh !), keluhku.
Silvia sudah dilanda gairah, dia meng-exibisioniskan diri. Kemaluannya pasti ‘gatel’ ingin disodok kemaluan. Aqu, walaupun dag dig dug, horney juga membayangkan terjadi di tempat umum, seperti yg dilaqukan Jessy tadi.
“Pak, eMmhh…kriuk, Es-nyah Ssshh, enakhh kriuk !!”, goda Silvia lagi, kali ini gigitan-gigitan kecil pada cone.
Clang !!, Pak Pi’ak melempar sendok pengeruk es ke gerobak, lalu menarik rok sampai Silvia tertarik ke arahnya.
Mmppff !!” erang Silvia teredam, es-nya jatuh. Pak Pi’ak menciumnya penuh gairah karena sudah tak tahan.
(Nah lho kejadian, rasain hihihi…), aqu tertawa dalem hati menyukuri.
Mata Silvia yg jelita terbelalak, kedua pipinya ditangkup erat agar kuluman tak bisa terlepas. Bibirnya yg mungil dilumat habis-habisan bibir hitam Pak Pi’ak, seolah-olah ingin ditelannya. Pak Pi’ak mendesak ke bangku panjang masih dalem keadaan memagut. Silvia memukul-mukul kecil pundak Pak Pi’ak untuk menaikkan harga diri, padahal berharap lebih jauh. Silvia pun jatuh terduduk di bangku itu, tangan Pak Pi’ak langsung menerobos masuk ke dalem rok, menarik celdam polka dotnya turun selutut. Sruuut !!.
“Kyaaa…!!”, reaksi Silvia spontan, pura-pura terkejut.
Karena bangku tipis, Silvia terpaksa berpegangan di pinggirannya. Pak Pi’ak menaikkan kaki Silvia ke bahunya, kepalanya menyuruk ke selangkangan. Terdengarlah suara raqus seruputan beberapa detik kemudian.
Silvia mengerang nikmat dengan nada tinggi, badannya mengejang seperti tersetrum listrik ribuan volt. Kemaluannya jadi objek mainan mulut hitam dan lidah kasat tukang es nong-nong. Aqu horney sekali melihat adegan itu, Namuni…
(Ya ampuun, ini khan tempat terbuka !!), aqu tersadar. Walaupun jalanan sunyi sepi, tetep saja beresiko tinggi.
“Sil…Pak Pi’ak, ini tempat umum oi !! Jangan disini kalo mau terus !!”, nasihatku, yg tak digubris oleh mereka. Silvia mendorong kepala penjilat kemaluannya cuma setengah hati, aqu menggeleng kepala namun memaklumi karena pasti enak rasanya.
Silvia enak..Pak Pi’ak konak. Silvia senang Pak Pi’ak pun kenyang. Mereka betina dan lelaki, yg saling membutuhkan dan memuaskan pasangan. Sungguh Simbisios mutualisme yg menghangatkan.
Tiba-tiba, aqu merasa rok belakangku disingkap seseorang dan bokongku diremas gemas. Aqu menoleh, (Aargh…Bang Entong !!, what the Hell is he doing ?). Aqu melengoskan bokong, menghindar dari serangan mesum pemilik warung rokok itu. Sayang tak membuahkan, sebab tanganku masih memegang rokok dan es. Aqu buru-buru menjatuhkan es dan mengantungi rokok, agar kedua tangan bebas dan bisa menepisnya.
Terlambat !, dia mendorongku sampai tersudut ke gerobak, lalu menyingkap rok belakang tinggi-tinggi. Otomatis, dia melihat celana dalemku yg bernuansa kartun.
“Whua, kancut Neng Miska ada gambar mini mousenya hehe” ejeknya, mukaku langsung merona merah.
Tanpa membuang waktu, dia menariknya turun selutut, lalu meraih tasku. Aqu yg juga sudah horney, pasrah menuruti apa maunya. Dia melempar tasku asal ke bangku, dimana Silvia lagi mendesah sembari mengangkang, berturut tukang es di selangkangan. Untung Silvia menangkapnya, sesampai tak jatuh dan kotor.
Kini keadaanku sama dengan Silvia, entah dengan Jessy di dalem. Lelakiku dan lelaki Silvia bersamaan menyeruput. Sama menjilat dan sama mencelup kemaluan dengan jari mereka yg nakal. Cuma saja, Silvia diserang dari depan, aqu dari belakang. Darahku berdesir, ketika lidah menyapu telak paha belakang dan mengecup pipi bokong. Gigiku menggigit bibir bawah menerima cumbuan itu. Aqu yg menghadap ke jalan, merasa lebih was-was, taqut ada orang yg datang. Pada ketika itu memang Jum’atan telah dimulai, namun tetep saja aqu kuatir. Rasa kekuatiranku pun terjawab.
‘Brrrm..!’, sebuah boil mendekat dan menepi. Aqu yg melihatnya tegas, refleks berteriak.
“Silvi, boil Pak Wandi !!”, mata Silvia yg tadinya sayu, mendadak terbelalak mendengar nama ‘Wandi’ yg diketauinya sebagai Bapak Kepala Sekolah kita.
“Shiit !” umpatnya juga refleks. Kini dia sepenuh hati mendorong kepala Pak Pi’ak yg bahagia membenam di selangkangannya.
Aqu juga mendorong kepala Bang Entong sekuat tenaga, lalu bersama Silvia Jongkok bersembunyi di balik gerobak es. Muka Bang Entong dan Pak Pi’ak langsung BT, tentu mereka tak peduli siapapun yg datang karena menggangu kenikmatannya. Dengan sangat terpaksa, Pak Pi’ak kembali ke gerobaknya. Bang Entong yg masih saja Jongkok, kupaksa berdiri juga. Sedikit banyak, bisa untuk mengperihalangi badan kita dan mengalihkan perhatian Pak Kepala sekolah dengan obrolan.
“Eh Pak Wandi…tumben Pak ?!” sapa Bang Entong pura-pura ramah, padahal kesal dalem hati dengan kehadirannya. Pak Pi’ak turut tersenyum munafik.
“Iya nih, ada dokumen yg tertinggal…ya udah, skalian Jum’atan dekat sini” terangnya.
(O’ow…Jessy masih di dalem school, lagi digauli…), hatiku kalut.
“Sama keluarga Pak ?” tanya Pak Pi’ak, melihat seorang perempuan dan anak kecil di boil.
“Iya nih, tadi mau langsung jalan..” sahutnya.
“Ayah-ayah…mau itu !” pinta si bocah dengan suara lucu dari jendela boil yg terbuka, menunjuk ke gerobak es.
“Mau es honey, Mm ? cium ayah dulu dong…” goda Pak Kepala sekolah, sang Ayah.
“Ayo honey, cium Ayah dong !” suruh perempuan penggendong si bocah, yg tak lain Istri Pak Kepala sekolah.
“Cuph !!” cium si bocah, sang Ayah pun tersenyum dan membalas cium, lalu mencium dahi Istrinya.
(Aduuh…lama bingit sih !!), keluhku.
Diketika kaki kita mulai kesemutan, mereka berdua membuka reseleting, menyodorkan kemaluan minta di blow job. Reaksi-ku sama dengan Silvia, yakni melengos. Namun dengan cekatan mereka memejet lubang hidung kita, sampai kehilangan oksigen. Mulut terbuka dan meluncurlah kemaluan burik mereka di bibir tipis kita, membuat mereka ternganga enak dan medesah ‘Ooookkh…!’.
“Es satu ya Pak !!”, Pak Kepala sekolah memesan.
Jantung kita langsung berdegup kencang. Bagaimana tidak ? aqu dan Silvia mengoral di dekat Pak Kepala sekolah, memang ada sensasi tersendiri. Namun jantung serasa berhenti, ketika mendengar kata-kata selanjutnya.
“Lho, inikan tas Silvia, Jessy sama Miska ?!” tandas Pak Kepala sekolah dengan suara keras.
Deg !, aqu dan Silvia berhenti menghisap kemaluan saling melirik. Namun Bang Entong dan Pak Pi’ak langsung menjambak, memberi kode untuk tetep melanjutkan sepongan.
“Nakal ya tuh anak pada, bukannya langsung pulang !!” gerutunya.
“Iya Pak, anak wanita sekarang memang pada nakal-nakal hehe” sahut Bang Entong kurang ajar, sembari memaju mundurkan kepalaqu.
“Pada liat Pak, tuh anak kemana ?”
“Engga tau Pak, tadi sih memang nitip tas…” kilah Bang Entong, Pak Pi’ak lebih memilih diam menikmati sepongan sembari terus menyendok es.
“Oo, gitu…”, Pak Kepala sekolah mengeluarkan dompet dari kantung celana.
“Nih Pak Pi’ak, ambil aja kembaliannya…es-nya kasih anak saya di boil !”.
“Iya Pak makasih…”.
Pak Kepala sekolah jalan ke boil dan berbicara sesuatu pada Istrinya. Kemudian berjalan cepet masuk ke gang, menuju sekolah. Untung dia tak menoleh ke samping, karena kita bisa terlihat olehnya sedang berlutut mengoral Abang-abang, bisa ribet khan ?.
(Shiit !! gimana nih si Jessy…musti diperingatin !!), arti pandanganku pada Silvia yg bertemu di satu titik.
Pak Pi’ak terpaksa menarik keluar kemaluan dari bibir sexy Silvia, untuk menyerahkan es. bunyi boil distarter, beberapa ketika setelah Pak Pi’ak kembali. Silvia mengintip dari balik gerobak, lalu berkata padaqu.
‘Mis, amaan…yuk nyusul Jessy !’, bisiknya.
Rupanya, boil dipindahi Istri Pak Kepala sekolah ke tempat yg lebih rindang untuk di parkir, yg untungnya jauh. Jadi ada kesempatan bagi kita menyelinap masuk, menyusul Pak Kepala sekolah sebelum memergoki Jessy.
“Mmppff…Aaah tahan dulu Bang, saya mau nyusul Jessy ke dalem !!” pintaqu.
“Alaah tanggung Neng…bikin ngecrot dulu dong !” protes Bang Entong.
“Please Pak…kalo Jessy ketangkep Pak Wandi, bisa dikeluarin dia !” sahutku.
“Emang lagi ngapain di dalem sampe dikeluarin ?” tanyanya penasaran.
“Lagi…Mmm……”, aqu agag ragu untuk meneruskan.
“Lagi apa Neng, hah ?” tanyanya lagi semakin penasaran.
“Lagi gituan juga” jelasku singkat, sembari menggaruk muka tak enak, terpaksa membuka rahasia agar bisa cepet.
“Weleh, seru nih heheh..udah saya duga Neng Jessy bisa dipakai juga” leceh Bang Entong, mereka berdua tertawa kurang ajar.
“Ya udah, kita ke dalem dulu ya Pak…” kataqu, Silvia mengambil tas kita, namun tiba-tiba direbut Bang Entong.
“Bang, apa-apaan ?!” protesku dan Silvia bersamaan.
“Kalo nyusul ya nyusul Neng…tasnya taro disini aja !, nanti abis usai urusan, balik kesini lagi terusin…khan belum ngerasain kemaluan , ‘tul engga Pak ?” ujar Bang Entong, menjadikan tas sebagai jaminan, karena taqut kita tak melayani gairah binatangnya nanti.
“Iya betul, sekalian bawa Neng Jessy…saya udah lama naksir, itu anak kecil-kecil namun badannya…whuihh, engga kalah sama anak SMA…bahenol huehehe”.
“Ya udah kalo gitu…ayo Sil, cepet !!” kataqu panik.
Kita pun segera berlari menyusul Pak Kepala sekolah, aqu memberitau Silvia untuk menahan sebisanya dengan mengajak bicara ngelantur ke perihal apa saja.
(Itu dia…), aqu memandang Silvia, dia mengangguk seakan-akan berkata ‘serahkan saja padaqu’.
“Pak Wandi…” sapa kita berdua dengan suara manja, ia pun menoleh dan menghentikan langkahnya.
(Fiuhh…syukurlah, jadi sempet kalo gini…).
“Eh…kalian…bandel ya, kenapa belum pulang ?!” gerutunya, namun tak dengan tingkat keseriusan tinggi.
“itu Pak, Jessy lagi kebelakang…kata dia nyeri, biasa pak urusan perempuan…” kilahku, mengarang tentang menstruasi.
“Oh, gitu…” sahutnya, kembali berjalan.
(Gawat !!!).
“Pak, aqu duluan ya…taqut ada apa-apa sama Jessy..”, aqu langsung berlari secepet kilat meninggalkan mereka berdua.
Pak Wandi melongo bingung melihat keanehanku, karena boleh dibilang sikapku itu tak sopan. Namun aqu tak punya pilihan, daripada Jessy ribet. Akhirnya aqu sampai di pintu gerbang. Betul saja, di dalem pos satpam, Jessy sedang foursome. Dia menaik turunkan badan mengendarai kemaluan Pak Slamet, kedua tangannya mengocok kemaluan Mang Trimin di kiri dan Pak Mukidi di kanannya.
“Eh-eh, ada pak Wandi mau kesini !!!” kataqu memperingatkan dengan muka panik.
“HAH, PAK Wandiii…?!!”, sahut mereka semua terkejut berbarengan, stop aktivitas seks bersamaan.
Hiyaa…Jessy langsung melepaskan diri, ketiga petugas sekolah itu kocar-kacir mencari pakaian yg berceceran, sampai-sampai Pak Slamet yg gendut tertukar celana dengan Mang Trimin yg kurus. Mereka berpakaian seadanya, lalu lari bersembunyi di tempat terdekat. Jessy mengatur nafasnya yg terputus-putus, kita berdua dan Pak Mukidi yg masih di pos melihat Pak Kepala sekolah bersama Silvia ngobrol mendekati pintu gerbang.
“Eh Pak Mukidi, Jessy…kamu engga apa-apa ? kalo sakit cepet pulang !”.
“Iya Pakh, ini mauh…pulangh…” sahut Jessy masih terengah-engah, melihat ke arahku dengan muka tak mengerti dibilang sakit apa.
“Pak Mukidi, anter saya ke ruangan saya !!”.
“Baik Pak !”.
Mereka berdua beranjak pergi meninggalkan kita. Pak Slamet dan Mang Trimin yg bersembunyi tak jauh, keluar dari tempat persembunyian untuk bertukar celana. Tak lama, Pak Kepala sekolah dan Pak Mukidi tampak sudah usai dengan kepentingannya dan mendekat.
“Ayo Miska, Silvia, Jessy…pulang !!” perintah Pak Wandi, agar keluar sekolah bersama.
Pak Slamet tampak kesal sekali, namun dia tak bisa apa-apa. Maninya tentu sudah di ujung kepala kemaluan, sedang berbaris. Kita meleletkan lidah ke arahnya, juga Mang Trimin dan Pak Mukidi untuk meledek mereka, meskipun Jessy juga ‘tanggung’. Kita selamat, untuk sementara, sebab di luar telah ada dua predator kemaluan yg juga ‘pengen’. Bersama Pak Kepala sekolah kita ngobrol selama perjalanan, membahas tentang EBTANAS yg akan berlangsung tak lama lagi.
(Oya…), pikirku, yg kemudian membisikkan sesuatu ke telinga Silvia.
‘Sil, si Jessy khan lagi engga bawa boil…bujuk Pak Wandi biar kita numpang bo’ilnya, gw horney namun lagi gag mood nih…ngelayanin Bang Entong’, bujukku berbisik.
‘Yo’i deh…gue juga cuma iseng aja sih tadi’, balasnya juga berbisik.
“Kalian…mau kemana ?” tanya Pak Kepala sekolah tiba-tiba.
(Wah…pucuk dicinta ulam tiba), pikirku.
“Kita mau ke Tebet Pak, rumah Jessy !” sahutku cekatan, sebelum dia berubah pikiran.
“O, ya udah kalo gitu numpang Bapak aja…kebetulan lewat kok !”.
(Yes !), aqu dan Silvia toss five saking senangnya, Jessy bingung.
“Kenapa kalian ?”, Pak Kepala sekolah juga tak mengerti.
“Em..engga Pak, seneng aja uang ongkos utuh hehehe” kilahku tersenyum, Pak Wandi juga tersenyum mendengarnya, sampai dia semakin handsome saja ^o^ xixixi.
Sampai di depan, terlihat Pak Pi’ak duduk dengan Bang Entong, mengapit tas sekolah kita bertiga. Mereka memasang muka seramah mungkin karena ada Pak Kepala sekolah.
“Ayo, bawa tas kalian !” suruh Pak Wandi, di depan Bang Entong dan Pak Pi’ak.
Muka mereka kontan berubah, terutama ketika aqu ingin mengambil tas, merasa sekali dipermainkan.
‘Pak, jangan sekarang pliis…kita disuruh bareng, besok-besok aja ya’ mintaku dengan suara kecil, sebab tas tak dibiarkan lepas olehnya, Silvia turut meminta. Jessy baru mengerti sekarang, kenapa kita tadi toss five.
“AYO, TUNGGU APA LAGI !!” teriak Pak Kepala sekolah, yg hampir tak dapat Jum’atan.
Pak Pi’ak akhirnya melepaskan. Dengan muka tak enak, aqu merayunya berjanji untuk melayani dia lain waktu. Kita masuk ke boil, di dalem berkenalan dengan Istri dan anaknya yg bawel lucu. Walaupun tak asing dengan muka Istrinya, namun baru kali ini kita ber-dialog langsung tatap muka. Halus sekali tutur katanya, tinggi bahasanya, dalem maknanya yg tersirat serta lembut dewasa ke-Ibuan. Boil berangkat, melalui kaca dari dalem kendaraan, kita melihat raut muka marah Pak Pi’ak dan Bang Entong. Besok-besoknya, kalolau kita pulang sekolah, mereka memaksa bersebadan dengan menyita tas. Berhubung nikmat, kita tak menolak.
Pak Kepala sekolah memarkirkan boil di sebuah Masjid, kita menunggu di dalem sembari terus ngobrol. Tak lama, banyak lelaki berlalu-lalang pakai sarung dan peci, tanda Jum’atan telah usai. Pak Kepala sekolah pun datang tak lama kemudian dan kita meneruskan perjalanan. Sesampainya di daerah Tebet, kita berterima kasih berpamitan dan melambaikan tangan. Kita makan siang sembari ngegosip di rumah Jessy, sorenya main Tennis masih di dalem komplek. Malam harinya seperti biasa, dugem di tempat favorit kita, MATABAR. Pulang-pulang, matahari malam telah tersenyum bulat lebar. Aqu dan Jessy teler karena banyak menenggag minuman yg memabukkan. Silvia yg sedikit alim diantara kita, tak turutan teler.
Disamping dia kurang suka, juga untuk berjaga-jaga menyupir. Bisa tabrakan kalo Jessy yg mabuk menyupir kendaraan. Setibanya di rumahku, Silvia memapahku sendirian, karena Jessy pun juga sedang tidur di boil sehabis banyak muntah. Ayahh Bunda menggeleng kepala melihat kenakalanku di luar batas, Silvia pamit dengan muka tak enak. Mereka mencium bau alcohol dari nafasku, nyanyian metal pun terdengar. Namun honey, gerutuan masuk telinga kanan, keluar telinga kiri. Bunda memapahku ke kamar mandi cepet-cepet, melihatku menutup mulut dengan tangan. Benar saja, aqu langsung muntah sesampainya di kloset.
Disedunya teh hangat, untukku memulihkan kondisi. Kurebahkan diri berselimutkan handuk, mencoba menutup kelopak mata. Samar-samar, aqu mendengar pembincaraan Ayahh dan Bunda.
“Aduh, Miska-Miska…mau jadi apa ini anak !!” keluh Ibuku.
“Huuff…ya sudahlah, mau gimana lagi…mudah-mudahan dia cepet sadar dan suatu ketika jadi orang berhasil !” bela Ayahku sembari mendo’akan, perempuan yg mengandungku itu memang lebih keras dari suaminya.
“Cepet sadar gimana, makin hari makin nakal !”, Ayahku tak menyahut, cuma menghela nafas.
“Dia mustinya tau, orang tua lagi susah…uang menipis, pengeluaran harus terus !!” keluh Ibuku lagi.
“Ngomong-ngomong gimana Yah…urusan yg dibicarakan sama temen Ayahh ? Bunda khan belum tau kelanjutannya, abis tadi ngantuk bingit jadi aja duluan tidur”.
“Iyaa, ituu…jadii…Huuff…Syafa’at ngajak bikin perusahaan majalah”.
“Trus, sisa uang kita bakal kepakai berapa Pah ?”.
“Yaah, kemungkinan…¾-nya…”.
“Aduh…gag papa tuh Pah ? kayaknya beresiko deh…”.
“Ya mau gimana lagi…kalo uangnya disimpan terus juga bisa habis, mendingan kita buat usaha…”.
“Yaa…namun jangan sampai ¾ dong Paah, si Miska khan masih perjalanan panjang, butuh banyak biayaa…”.
“Iya, tadi sih Ayahh sudah nego…kata dia karena pemegang sahamnya engga ada lagi, ya jadi mau engga mau, atauu…dibatalkan aja ?”.
“Yaa…jangan juga, aduuh gimana yah…?”.
“Iya khan bingung…jaman susah, mau engga mau…gambling, mudah-mudahan berjalan lancar untuk Ayahh…Bunda…dan juga untuk anak kita tersayang, Miska…”.
Kata-kata itu yg terakhir kudengar dan kuingat selalu, sebelum terlelap menuju alam mimpi. Aqu membalik badan, tak dapat kutahan laju air mata. Aqu tau semua perbuatanku salah, namun masih kulakoni juga. Miska yg dulu menangis, tak ubahnya yg sekarang. Mata bulatku meneteskan air, menggenangi pipi sampai basah. Aqu merasa bersalah sekali kepada mereka berdua.
(Ayahh-Bunda, maafkan anakmu ini…aqu anak yg tak berbakti, cuma bisa menyenangkan hati, selalu menyusahkan dan melupakan bakti diri terhadap kalian yg telah membesarkanku sejauh ini…), kandungan kata curahan lubuk hati.
<#>=@=<#>
Tak terasa, waktupun berlalu begitu cepet. Kita usai EBTANAS dan mendapat hasil yg cukup lumayan. Menjelang ujian, kita mengatakan kepada para lelaki untuk tak mengganggu dulu karena ingin konsentrasi. Walaupun tetep saja, mereka nekat. Seperti Mang Trimin contohnya, dia memberi kode untuk ke kamar mandi disela-sela ujian, cuma untuk disuruh menyepong dan menelan pejoh amisnya. Sampai-sampai, Guru penjaga ujian curiga padaqu. Namun semua itu telah berlalu, kita merayakannya dengan Shoping ke Mall, nonton di 21 dan makan di tempat tongkrongan ABG. Kita menghabiskan waktu TP sana-sini, cuma mengenakan tank top dan rok mini, sampai hari larut malam.
-@- One Wild Night
# Malam itu, di depan sekolah kita…
Cekreet…!!, jendela boil turun terbuka, setelah ditekan sebuah tombol.
“Eeh, si cantik yg ditunggu – tunggu datang juga heheh”, kedua lelaki itu tertawa mesum bahagia. Melihat tiga wanita cantik, dua indo, calon mangsa gairahnya berdandan sexy, memakai kacamata hitam pula.
“Dasar, muka kemaluan otak ngentot…udah cepet masuk ! Sil, lo kebelakang…Bang Entong di depan sama gw, Pak Pi’ak di tengah…Miska kebelakang !” suruh Jessy.
Mereka berdua masuk dan kita segera mengatur posisi seperti yg diatur Jessy pemilik boil. Ini adalah salah satu janji kita pada mereka sebagai hadiah perpisahan, untuk Pak Mukidi..Pak Slamet dan Mang Trimin, telah kita berikan di Villa Silvia (akan aqu ceritakan di lain kesempatan, kalo ada waktu). Handycam kunyalakan. Ketika boil melaju, tangan Bang Entong langsung bercokol di dada montok Jessy meremasnya gemas. Bibir tebalnya menciumi lengan dan pipi dimana Jessy berusaha menghindarinya.
“Bang Aaah, Sssh…sabar, nanti ajahh…” desah Jessy, diserang rangsangan ketika tak bisa bergerak banyak menolak, maupun menepis.
“Maap Neng, abis Neng Jessy asoy…udah cakep, montok…alus mulus heheh” ujar Bang Entong menggombal, tanpa berhenti sedetikpun menggerayg.
Nasib Silvia tak jauh beda, malah lebih gila mentang-mentang merasa aman di bangku tengah. Mereka ber-69, Pak Pi’ak di bawah dan Silvia di atas. Rok mini tersingkap, aqu meng-shot ke daerah itu, dimana Pak Pi’ak asyik melahap kemaluan. Sesekali aqu pindah ke arah lawannya, meng-shot Silvia sedang keranjingan nyepong.
(Shit, I’m horney…horney, horney, horney), sebelah tanganku yg nganggur meremas payudara, memuntir puting dan mengobok kemaluan sendiri.
Tangan Bang Entong semakin bergerilya. Menelusup ke dalem rok Jessy, padahal lampu merah dan ada pengamen di samping pintu, Jessy menepis tangan nakal itu. Namun acap kali di tepis, tangan itu kembali lagi tak pernah kapok. Akhirnya ya dibiarkan saja, selain percuma, digerepeh khan enak ^o^. Jessy mengambil uang ribuan dekat perseneling, dibukanya sedikit jendela untuk memberikan uang tersebut. Namun…
“Aaah, Pak !” desah Jessy keras, Bang Entong sengaja menusukkan jari tengahnya sampai terbenam semua di kemaluan, yg membuat tombol tertekan dalem-dalem sampai jendela terbuka semua.
Terlihatlah seorang ABG Indo U.K England sedang menyupir, namun payudaranya sedang dikenyot dan paha digerepeh lelaki gundul berpakaian lusuh disampingnya. Kontan pengamen itu menarik nafas dalem-dalem dengan mata terbelalak.
“Kyaaa…”, Jessy spontan melempar uang dan segera menekan tombol untuk menaikkan kaca jendela, kebetulan lampu telah kuning menuju hijau.
Ketika hijau, Jessy langsung memasukkan gigi dan tancap gas. Silvia malah sempat-sempatnya membuka kaca memamerkan sepongan, menampar-namparkan kemaluan ke pipi sembari tersenyum manis. Membuat si pengamen semakin tak sudi beranjak dari jalan dan diklakson banyak kendaraan. Aqu cuma tertawa melihat kenakalan kedua sohibku itu, sungguh liar. Singkat cerita, kita sampai di tempat tujuan, memasuki tempat pembayaran karcis. Kali ini Jessy keras memperingatkan Bang Entong, juga Silvia dan Pak Pi’ak untuk stop berpeting ria. Jessy meminta Pak Pi’ak bersikap seolah bapaknya anak-anak, walaupun dari segi muka sama sekali tak masuk akal.
“Berapa orang ?” tanya si kasir karcis.
“Lima orang !” sahut Jessy sembari membuka jendela, Pak Pi’ak juga membuka jendela.
Satu orang yg di luar pos yg biasa menghitung isi penumpang, memasang pandangan curiga pada kita. Dia pasti berpikiran, mau apa kita malam-malam, dimana isinya tiga wanita dan dua lelaki dewasa, yg perbandingan mukanya bagai Bidadari dan Iblis. Namun dia tak bisa apa-apa, boil kita pun masuk setelah membayar. Jessy mencari tempat di pojokan yg  betul-betul sunyi sepi, namun juga tak terlalu mencurigagan. Untuk melaqukan aktivitas ‘boil goyang’ di Ancol, ya kita sekarang di Ancol.
“Sil, lo sama Pak Pi’ak tunggu di luar, jagain kalo-kalo ada yg curiga !!” suruh Jessy.
“Ok Bos hihihi…” sahut Silvia, dia pun keluar dengan si tukang es, ngobrol sembari smoking bersama.
“Mis, kamera siap ?” tanya Jessy, sembari membuka celana Bang Entong untuk memberi pelumas melalui sepongan.
“Yuhuu…ready…” sahutku, dan langsung meng-shot adegan oral sex itu.
Bang Entong medesah-desah keenakan, tangannya menjambak pemanja Entong Jr. Jessy menghentikan sepongan, dia meloloskan celdam dan melepit rok mininya sendiri.
“Bang…lo duduk sini dong, gw udah mau…” suruh Jessy, berpegangan di setir sembari mengangkat bokong, rupanya dia ngin memakai gaya reverse cow girl.
Bang Entong segera pindah dengan perintah surga itu, Jessy menurunkan bokong perlahan dengan sebelah tangan mengarahkan kemaluan. Bang Entong membuka lebar bibir kemaluan dan Blessh…!!, amblaslah kemaluan disambut desahan. Dalem layar handycam-ku, kemaluan Bang Entong hilang tertelan semua gagangnya. Jessy yg sudah horney langsung menaik turunkan badan sembari berpegangan di setir. Bang Entong menikmati surga dunia dengan bersandar dan mulut ternganga.
“Neng Jessy, Oookh…pelan Neng Enggkhh”.
“Ayo Bang Aah…lo ngincer Aah…gw khan Aah…Ayooh…entotin gw Aah…mana pejoh lo Aah…nih kemaluan gwee…nih kemaluan gwee…Aaaaaahh !!”.
Plok ! plok ! plok ! plok !, bunyi tepukan bokong dan buah kemaluan keras, boil pun terasa bergoyang seperti gempa, mungkin sebab itulah disebut boil goyang. Sesekali, Silvia mengintip bersama Pak Pi’ak sembari tertawa.
“Oooh…enak Neeng…Aa..Abaaang…ngecrot HGGKKHH !!”, Bang Entong mengangkat pinggang Jessy sampai kemaluan terlepas.
“CROOOOTTT…CROT CROT CROOTT !!”, Bang Entong menyirami badan sexy Jessy.
Jessy menjerit-jerit kecil setiap kali bokongnya menerima tiap-tiap mani yg menyembur kencang, untuk menggoda agar lebih gemas terhadapnya. Metode itu berhasil, mendengar Bang Entong menggeram makin keras bagai kerbau, tanda dia menyukai perihal itu. Setelah persediaan air mani habis, Bang Entong mendesah panjang penuh kepuasan, seraya meratakan pejoh di bokong Jessy, kemudian kembali memangku Jessy. Kemaluannya terlihat mengkilap, berselimut jus cinta.
“Shit ! heh heh…gw belum keluar heh nih !” protes Jessy, dengan nafas terengah-engah.
“Iya lonte…heh heh sabaaar heh heh !!” sahut Bang Entong, nafasnya sama memburu.
“Cepet dong heh heh botak…erh, bikin gw heh heh keluar …”.
“Dasar lonte…”, Bang Entong mencengkram pinggang Jessy dan mengangkatnya, Jessy berpegangan di setir.
Plak !! “Lonte ABG…!”, Plakk !! “Lonte cantik…!”, Plaakk !! “Lonte kaya…!”, Plaak !!.
Jessy mendesah berakting meminta ampun diperlaqukan maniak, gemas dan bergairah oleh Bang Entong. Dalem layar handycam, terlihat bokong Jessy bilur kemerahan, semakin sexy menggairahkan saja.
(Gila tuh kemaluan !!), dalem hati-ku, melihat Bang Entong kembali konak.
Dia betul-betul menikmati bisa mempecundangi wanita ABG model Jessy. Beruntungnya dia, sahabatku yg cantik itu ‘sakit’, dia balik menikmati dipecundangi.
“Kesiniin, gw jebol kemaluan lu !”, Bang Entong melempar Jessy ke samping dengan kasar.
Jessy bertumpu pada sikunya di bangku penumpang depan, dan berlutut di bangku supir. Bang Entong berlutut tegag, menempatkan diri di belakang Jessy yg menungging. Dia menggenggam tombak kebanggaannya, dan mengarahkan ke sasaran tembak. Kepala Jessy bertengadah mendesah, “Kontool, Ssshh…shitt !”, menandakan kemaluan Bang Entong, berhasil menyeruak masuk lubang senggama. Tentu dengan bergelimangnya lendir kemaluan, memudahkan prosesi pencoblosan.
“Aaaahh, gila lo…pelanan botak, Shit !!”.
“Nape lonte ?! lu minta ini pan..hah…lu suka digauli pan…niih…nih pereek niih…gue entot lu sampe ketagihan…nungging lu pereek, nunggiiing…nungging ajahg !”, begitulah mereka bersahut-sahutan saling memaki, menikmati persebadanan.
Betapa sakitnya cara mereka, namun membuatku horney luar biasa. Kuremas payudara, kupuntir puting dan kuobok-obok kemaluan yg sudah lembab.
“Shit !! He split me in two…it hitting my womb…his bangin’ my cervix !! FUCK MEE, FUUUUUUCCK !!!”.
“HEEEENGGH…HEEEENGGH…GILA NI KEMALUANK…GILA NI MEMEEKKK !!”, Bang Entong meracau Jessrok, menjambak rambut hitam kepirangan Jessy.
“KEMALUAN…KONTOOOLL…ANJING GILAA…BOTAK SIALAAN…MISKAY…E-ENAK BINGIT.AAAAHHH…GW KELUAR…KELUAARRH !!” erang Jessy.
Pinggang Jessy yg sedang mengejat menikmati klimaks, dicengkram erat Bang Entong. Jessy memutar bokong mengaduk lubangnya sendiri, kemaluan pun serasa diremas dan dipuntir, menjadikan kenikmatan berganda. Pinggang Bang Entong dan bokong Jessy melekat ketat jadi satu.
“Iyaaaaaahhh…iya-aaaaahhh !!” aqu klimaks, ya…aqu pun turut klimaks, adegan mereka hot sekali buatku.
Untuk sejenak handycam tak fokus, bagian ini hilang karena badanku sedang bergetar menikmati klimaks, membayangkan aqu yg digauli demikian. Dengan mata sayu dan badan berkedut-kedut, kucoba mengarahkan layar handycam kembali. Mereka bergerak memisahkan diri, Jessy jatuh telungkup dengan badan mengejat-ngejat. Perut Jessy menindih rem tangan boil, namun rasa sakitnya cuma ¼ kalo dibanding rasa nikmat yg mendera ke seluruh badan.
“Oooohh, shitt !! heh heh Shiitt !!”, Jessy meluapkan kenikmatan, nafasnya memburu.
Kufokus handycam pada bokong Jessy yg berkedut-kedut, juga kemaluan Bang Entong yg mulai mengkerut. Mereka mencari udara, berdiam diri untuk memulihkan tenaga.
“Anjritt…kemaluan gw bonyok !! biji peler sialan…!!” maki Jessy setelah melihat keadaan fisik miliknya yg kemerahan, akibat gairah gila.
“Rasainn…resiko lu jadi lonte !! siapa suruh bisa dipakai’…”.
“Tukang ngentot…lu aja yg maniak !! ngentot kaya orang kesetanan !!”, makian Jessy yg jalang, membuat gagang kemaluan Bang Entong kembali menegang.
Kelebihan Jessy diantara kita bertiga, adalah suaranya yg serak sexy namun lantang, lelaki normal pasti horney kalo mendengarnya.
“Arh !” jerit Jessy, Bang Entong menampar keras bokongnya, jerit itu terulang dan terulang oleh sebab tamparan juga berulang kali.
“SAKIT BOTAAK !!” gerutu Jessy.
“Dasar lonte, maunya dibikin enak mulu…nih gue kasih yg sakit !” pemilik warung itu membuka belahan bokong Jessy dan meludah disana beberapa kali.
“Anjing, gw mau di Anal…SHIT, SHIIT !!”, Jessy merasakan kepala kemaluan Bang Entong menggesek lubang duburnya.
“MODAR LUU !!”, Jessy mengerang bagai serigala terluka, padahal cuma masuk ¾ gagang saja.
“Anjing, sakit tau !! kemaluan lo khan gede !!” protes Jessy.
Bang Entong cuek bebek, dia terus menekan kemaluan menggunakan tehnik tarik ulur, sampai gagang tertancap keseluruhan menyisakan buah kemaluan.
“NGEHEKK…seret aje ni bo’ol ENNGGH…uda sering gue pakai’ jugagh !!”.
Bang Entong berjongkok di atas bongkahan bokong, kedua tangannya menjambak sampai Jessy bertengadah. Rem tangan yg ditindih perutnya, memaksa Jessy menunggingkan bokong lebih tinggi, membuat Bang Entong semakin happy.
“HEEENGGH…HEEENGGH…HEEEENGGH !!”, Bang Entong membombardir Jessy, hujamannya membuahkan bunyi tepukan keras.
“SHIITT !! FUCK MY ASS…FUCK MY ASS…LUCKY ASSHOLE…FUUCK…YOU BREAKING ME…SHIIT…SHIIIIIITT !!!”, Jessy berteriak keras dengan jari mengobok kemaluannya untuk mengurangi rasa sakit di anal.
“GILA BO’OL LU…GILAA BO’OL LUU…GILAAA BO’OL LUU…NI PEJOH…GUE TARO DI BOKONG LUU…PEREEK…PEREEEKK, HNNGGGHKKH !!, Bang Entong menyodok sedalem mungkin, perut Jessy terpaksa menindih rem tangan karena badannya tergencet.
CROOOOOOOTTT !!! CROT CROT CROOOTTT !!, Bang Entong bergidik nikmat, liur dan ingusnya meler tak karuan di tiap kecrotan.
Rasa perih seketika hilang, Jessy menikmati pejoh yg menembak deras, membasuh lecet dan hangus di dubur.
“Haah, puas gue ini hari…dapet mulut, kemaluan, bo’ol…enaak…” ujar Bang Entong, yg kemudian sesukanya mencabut kemaluan, Jessy terpekik kecil seirama letupan.
“Hehe, terima tuh pejoh gue…lihat nih Neng Miska, pejoh Abang ada di kemaluan sama bo’ol temennye…” ejek Bang Entong ke arahku, jarinya membuka lebar belahan bokong dan bibir kemaluan Jessy, seakan memintaqu meng-shoot kesitu.
“Neng Miska juga siap-siap Abang bikin kaya gini lho” ancamnya menyeringai ke arahku, aqu bergidik ngeri dan ngilu membayangkan di Anal demikian.
Pak Pi’ak dan Silvia yg sudah tak sabar, mengetuk jendela boil minta jatah. Bang Entong dan Jessy merapikan pakaian yg acak-acakan dan rambut yg awut-awutan. Dengan sisa tenaga, mereka keluar boil bergantian dengan Silvia dan Pak Pi’ak yg sekarang masuk ke boil. Mereka berdua masuk dari bagian tengah, jadi aqu harus pindah ke bangku depan. Sebab kalo dari bangku paling belakang, tak bisa memfokus adegan. Pak Pi’ak benar-benar sudah tak tahan, dengan bergairah dia mendorong Silvia telungkup.
Tukang es berambut kribo itu menjilati paha dengan raqus, menjalar terus ke pipi bokong. Bibir tebalnya melahap dan menggigit kecil disana, Silvia menjerit histeris menerima rangsangan erotis. Puas menjilat, dia membalik badan Silvia. Lidah dan mulutnya pun berpetualang di kemaluan dan payudara. Tak berlama-lama, Pak Pi’ak menelanjangi diri. Diselipkannya kemaluan, walau agag sulit, dia mati-matian terus menekan mencari kenikmatan. Silvia pun mendesah dengan badan tersentak, mulut Pak Pi’ak ternganga, tanda kemaluan telah meraja di kemaluan.
Tangan Pak Pi’ak seperti orang push-up, kemaluannya menumbuk tanpa ampun. Kembali aqu seperti nonton bokep Live Show, mereka tak mempedulikan kehadiranku, betul-betul serasa membuat film bokep saja. Pak Pi’ak naik turun gencar, boil kembali bergoyang. Sesekali, lidahnya menjilati pipi, merasakan manisnya muka Silvia. Posisi ini membuat kemaluan semakin menjepit legit, kenikmatan itu terlukis di muka Pak Pi’ak yg amit-amit. Mereka berdua saling tatap-melihat, Silvia melihat sayu muka amburadul penyenggamanya. Surga bagi Pak Pi’ak, Neraka buat Silvia.
“Aaaah…aaaahh…Deeper..Deepeeer, eM-Aaahh, Yes !!” desah Silvia, seraya menggigit jari telunjuknya.
“Oooh…Neng Etii…kemaluannya…enaaaakkh !!” celoteh Pak Pi’ak, dia mengejan sekuat tenaga, nafasnya terhenti sejenak.
Ditekannya kemaluan yg sedang muncrat dalem-dalem, Silvia menyambut dengan pinggul berputar bagai mengaduk adonan, mereka saling memasuki satu sama lain. Pak Pi’ak menggeram dengan muka beberapa centi saja dari muka Silvia. Mereka berkeloJesstan seirama kedutan di kemaluan dan kemaluan masing-masing. Mata terpejam meresapi puncak kenikmatan, lezatnya rasa bersebadan.
Nafas memburu tatkala puas tercapai, kufokus handycam pada kemaluan yg berselimut aneka lendir. Silvia rebah di atas Jessk, Pak Pi’ak bersandar, menanti stamina pulih untuk ronde berturutnya. Sembari menunggu, Pak Pi’ak iseng meraba paha. Selang beberapa menit, kemaluan kembali mengeras. Badan Silvia dimiringkan, sahabatku itu memasrahkan diri badannya di bolak-balik tukang es nong-nong. Sebelum mereka mulai, aqu langsung menyela.
“Ti, gw turut donk ? ‘gag tahan nih, masa cuma jadi kameramen aja…” protesku, mupeng digauli juga.
“Yah, gw ‘lum puas nih…suruh Jessy dah yg megang handycam !” aqupun memanggil Jessy, Bang Entong tetep berjaga diluar boil.
Kiranya siap di shot adegan, Silvia naik ke atas kemaluan Pak Pi’ak, aqu ke mukanya untuk foreplay. Silvia mengisi kemaluannya dengan kemaluan diiringi erangan, setelah berhasil menancap, tanpa buang waktu dia menggenJesst naik turun. Aqu dan Silvia saling bergenggaman jemari, mendesah menjadi-jadi. Pak Pi’ak menyentak-nyentakkan pinggulnya ke atas merespon tumbukan. Lidahnya menyusuri organ keperempuananku, lubang terasa lembab, ludah meramaikan sampai basah.
“Yeaah, gitu Pak.. terush… jilati sepuasmu !” demikian desahku, ketika kemaluanqu dilahap dia penuh gairah.
Silvia bagai menunggang kuda saja, dia menumbuk dengan gencar sampai Pak Pi’ak kelabakan, sampai liur dan ingus meleleran. Tiba-tiba, Silvia menghentikan tumbukan, badannya menggigil, kulihat di daerah selangkangan membludak cairan bening. Dia pindah ke bangku belakang, tiduran mengistirahatkan badan. Giliranku kini beraksi, kutindih Pak Pi’ak yg terlentang. Kemaluannya yg masih mengacung tegag kubimbing untuk memasuki milikku, sementara Jessy mendekat agar adegan bisa detail. Namun, lubang kemaluannya malah jadi sasaran jari, Jessy meng-shot  sembari mendesah turut meramaikan adegan.
Aqu bergoyang di atas kemaluan Pak Pi’ak, yg sedang asik mengobok-obok kemaluan. Jessy menambah kegilaan dengan menstarter boil menyalakan AC dan memutar musik Bon Jessvi, ‘One Wild Night’. Begitulah judul lagunya, Hot iramanya se-Hot seks kita.
[One Wild Night, crazy by the moonlight, One wild night !!”]
Isi liriknya sesuai dengan kehidupan kita malam itu. Belum usai aqu mendapatkan klimaks yg kucari, seseorang mendorong badanku dari belakang, dari Jongkok sampai telungkup di atas Pak Pi’ak. Orang itu langsung membuka belahan bokongku dan meludah disana beberapa kali, aqu tau siapa dia dan apa yg diinginkannya…BANG ENTONG MAU ANAL SEX !!.
(Shit !!, kena juga deh gw…), keluhku.
“Bujug buset, seret bener ni bo’ol…nyesek to’ol gue !” celoteh pemilik warung berkepala gundul itu.
Sekejap badanku terasa penuh, dua lubangku terisi kemaluan, aqu di sandwich. Bang Entong langsung bergerak brutal mencari ejaqulasinya, Pak Pi’ak tak dapat bergerak banyak, seks di dominasi Bang Entong. Aqupun cuma bisa mengerang, Pak Pi’ak yg sudah terlebih dahulu ejaqulasi, malah menjadi korban ekspresi kesakitanku, rambut kribonya aqu jambak-jambak dan kita bersamaan teriak. Untunglah Bang Entong tak lama, pasti karena sempitnya. Air mani banyak sekali kurasa menembak duburku. Rasa pedih sirna seketika, terbasuh lecetnya. Kurang ajar memang dia, mencabut kemaluan seenaknya dan diakhiri dengan tamparan keras di bokongku sembari tertawa. Pokoknya malam itu, kita  bercinta gila-gilaan, bahkan membalas SMS dari Ortu-pun sembari digauli. Silvia contohnya, dia di bangku belakang disuruh Bang Entong nungging. Bokongnya diincar mau di-Anal juga, Silvia mekemaluank sementara tangan mengetik SMS di ponsel.
Jessy malah lebih gila, dia yg telah menangkap basah Mami-nya selingkuh dengan berondong Gigolo Melawai, cuek mengangkat telp dari Mami-nya dan ngobrol sembari digauli Pak Pi’ak, dimana dia terpental-pental nungging. Ironi sekali, aqu sendiri juga jadi terpaksa menulis kata ‘baik-baik saja’ pada Ayahhku. Padahal diketika yg sama, aqu dan kedua sahabatku sedang party seks. Dan seperti pemain bokep saja, ketika party berakhir, kita semua tersenyum melambaikan tangan ke handycam. Kita keluar dari Ancol dengan sejuta kesenangan dan kepuasan.
Pak Pi’ak minta diantar ke tempat yg berbeda, rumahnya memang berbeda dengan Bang Entong. Setelah sampai di sebuah jalan perkampungan, kita parkir jauh di sebuah lapangan, agar tak mencurigagan. Sebelum keluar boil, dia minta di Oral, dasar tua-tua keladi. Kita pun mengabulkan permintaan terakhirnya, Bang Entong disuruh Jessy memegang handycam untuk merekam adegan kita. Kemaluan Pak Pi’ak jadi mainan mulut dan lidah kita, pindah dari satu mulut ke mulut lainnya. Kemaluan itupun berkedut ketika kukulum, Pak Pi’ak menariknya keluar kemudian medesah panjang. Kukucok dalem genggamanku dengan gencar.
“Ayo Paaak…muncratiiin…kelua.Aaaaaahhh !!”, mani Pak Pi’ak tiba-tiba menembak mukaku,
Cairan kental berbau khas memancar dengan deras, membasahi mukaku. Namun Jessy segera mengambil alih kemaluan, mengarahkan muncratan ke mukanya, begitu juga Silvia yg minta bagian. Kita berebutan menelan cairan amis itu, kemaluan di pompa habis agar keluar semua, pemiliknya nampak mendesah-desah kelabakan
“Sabar neng, sabaaar…bisa putus kemaluan Bapak entar” katanya, terbata-bata.
Setelah tak ada lagi yg keluar, kita saling menjilati muka satu sama lain. Dan sekali lagi tersenyum ke arah handycam sembari menggenggam kemaluan, bahkan aqu mengecup kepalanya. Kita melambai dan, usailah adegan.
Pak Pi’ak keluar boil lesu tak bertenaga, namun mukanya terlihat puas tiada tara. Bang Entong juga sama, tak mau kalah dan meminta jatah. Namun, Anal lagi Anal lagi…jadi sebal, khan sakit. Kita disuruh nungging di Jessk tengah bertiga, sembari memegang handycam, dia berposisi setengah Jongkok dan setengah berdiri. Satu per satu, Bang Entong meng-Anal kita, dasar ‘Entong’ maniak. Ketika mau keluar, dia buru-buru mencabut, lalu pindah ke bokong sebelahnya. Begitu dia memperlaqukan kita bertiga, kita cuma bisa menjerit dan membuka belahan bokong dengan kedua tangan. Terakhir, Bang Entong terdengar menggeram nikmat keras, ketika sedang meng-Anal Silvia. Dia menekan kemaluannya dalem-dalem, sampai Silvia mengaduh kesakitan dengan mata terbelalak. Badannya menggigil nikmat dengan suara mengejan tertahan. Karena aqu yg ada di tengah, aqulah korban berturutnya.
Bang Entong memasukkan kemaluannya yg masih muncrat itu ke bokongku, aqu spontan mekemaluank. Belum habis muncratan, Bang Entong beralih ke bokong Jessy. Sebagai wanita yg paling diincarnya, dia menekan kemaluan sekuat tenaga. Kepala Jessy sampai bergeser dan terantuk kepalaqu, kulihat bola matanya mendelik menyisakan putih. Pasti dalem sekali kemaluan itu tertanam, geramannya sampai mengalahkan suara bising lagu Rock. Tangan Jessy menggebrak-gebrak Jessk boil, kakinya mengepak-ngepak seperti berenang gaya bebas, menendang punggung Bang Entong agar berhenti, karena memang sudah tak ada lagi yg bisa dimasukkan, semua gagang kemaluan telah tertancap. Namun tampaknya, pemilik warung rokok itu tak ambil peduli. Akhirnya dia bergidik nikmat, menuntaskan ejaqulasi sampai tetes mani penghabisan. Sebagai scene terakhir, Bang Entong menyorot handycam ke tiap-tiap bokong.
Menyuruh kita untuk membuka lebar belahannya dengan kedua tangan, agar terlihat dubur kita bertiga yg penuh dengan air mani, hasil karya maniaknya. Dia tertawa menang, muka amit-amitnya itu terekam menjijikkan ketika kita menonton ulang semua adegan yg terekam handycam di rumah Jessy waktu mandi bersama. Aqu pulang ke rumah dengan tulang serasa lolos.
* One of the best crazy memory, with my two best friends *
***************************
# Esoknya, minggu pagi…
Tok ! tok ! tok !!, suara pintu diketuk, selagi aqu melilitkan handuk di rambut memakai kimono sehabis mandi, hendak sarapan.
“Permisii…!”.
“Yaa, sebentar…”.
Ceklek !, kubuka pintu, terlihatlah seorang Bapak tua, sedikit lebih tua dari Ayahhku yg kira-kira usianya hampir 60-an. Mukanya penuh dengan bisul yg menjijikkan, gemuk dan berkulit hitam. Tamu itu membeku, melihatku dari ujung kaki sampai ujung rambut.
“Iya, ada apa ?” kataqu memecah lamunannya.
“Oh, Bapaknya ada dik ?”.
“Masih ke Swalayan sama Bunda…Bapak, Pak Syafa’at yah ?”.
“Iya dik betul, kok tau ? ini dik Miska yah…?”.
“Iya, kok tau juga hehehe mari masuk Pak…” tawarku, lelaki itupun masuk.
“Ya, Pak Lutfi khan cuma punya anak satu…” katanya, sembari berlalu duduk.
“Waktu dik Miska kecil, Bapak juga suka bantu ganti popoknya lho…” ledeknya menyeringai.
“Hihihi, jadi maluu…” sahutku, dengan muka merah seperti kepiting rebus.
“Yah, itu khan dulu…sekarang udah besar, udah cantik !! engga kalah sama Ibunya he he he” terangnya menjurus dengan tatapan mesum.
(Jangan-jangan jangan-jangan nih Bapak…), aqu tersenyum manis mendengar pujiannya.
Obrolan kita disela suara klakson motor, yg rupanya Ayahh dan Bunda sudah pulang shoping. Boil keluarga terpaksa dijual, untuk menutupi kerugian perusahaan yg sudah lebih dari satu kali. Selanjutnya, mereka ngobrol serius masalah bisnis. Lelaki itu, aqu tak akan pernah bisa memaafkannya. Penyebab hancurnya keluarga-ku, kehidupanku, juga cinta-ku. Hari itulah hari pertama aqu bertemu dengannya, hari yg tak bisa kulupakan seumur hidup, kemana pun akan kubawa serta ingatan tersebut…
<#>=@=<#>
Pagi itu, aqu sibuk mengepak barang. Kita bertiga bulat bersepakat untuk liburan, menghilangkan stress ke pulau Bidadari. Disana ada penginapan mewah milik Jessy. Kita ingin menggunakan kesempatan untuk bersenang-senang sepuasnya. Aqu membawa pakaian renang mini, bisa dibilang sebenarnya cuma CD dan Bra sih, Disana kegiatan kita, pasti dipenuhi dengan berenang, disamping memang Hobby. Maka dari itu, tak mengherankan, kalo badan kita tinggi untuk ukuran ABG. Dalem perjalanan, aqu mengenakan tank top pink, Jessy memakai warna favoritnya hitam, ciri perempuan lagi horney, sedang Silvia biru muda. Tak lupa, kita mengenakan Syal melingkar di leher senada dengan tank top. Untuk bawahan, kita kompak celana pendek jeans Rodeo warna putih. Kontrasnya warna pakaian dan kulit, menambah pesona yg membuat semua lelaki menoleh sampai leher mereka keseleo.
Din, diiiinn !!, suara klakson boil.
“Oi Mis…cepetan !!” panggil Jessy, aqu tau dari suaranya yg cempreng, suara Silvia jauh lebih lembut.
Aqu pun berpamitan dengan kedua orang tuaqu, yg dari raut muka mereka tampak sedang kesulitan. Bunda menyeka air mata di pipinya, aqu mengusap-usap punggung perempuan yg mengandungku itu, mencoba menghibur. Seharusnya memang aqu hanyut dalem derita keluarga bersama-sama, bukan bersenang-senang meninggalkan Orang tua dalem kesulitan.
“Hati-hati di jalan nak…jangan lama-lama yah, nanti Bunda kangeen…muach, muach !” kata Ibuku terCinta, sembari mencium kedua pipiku.
Bunda semakin banyak meneteskan air mata, sampai membasahi pipi kita berdua. Aqu memang belum pernah pergi sampai menginap di luar. Walaupun main ke rumah Jessy, Silvia ataupun dugem, malamnya pasti tetep pulang. Tak sanggup, air mataqu pun menetes jua. Aqu cuma bisa membalas dengan ciuman panjang di pipi Bunda, sebagai tanda honeyku padanya. Ayahhku pun juga ku-kecup demikian. Setelah itu, aqu melambaikan tangan tanda perpisahan pada mereka, untuk pergi meninggalkan rumah. Ketika mataqu memandang pada keadaan sekitar, aqu merasa hidup ini indah. Indah dengan semua yg ada, yg sekarang melingkupi dan menemani.
Namun, kalola aqu mengingat kalian wahai Ayahh-Bunda…aqu menangis, aqu sangat merindukan kalian. Seketika pipiku dibanjiri air mata. Perihal ini semua menjadikan memory berturutnya yg terngiang-ngiang di kepala. Sesampai, bukan cuma muka kedua sahabatku yg ada di angkasa, namun juga muka Ayahh dan Bundaku. Muka kedua sahabat mengisi sudut langit Timur dan Barat, sedang Ayahh dan Bunda mengisi Utara dan Selatan, sampai luasnya langit malam yg membentang, terasa sempit dipenuhi muka mereka berempat. Meskipun kutau mereka sebenarnya cuma ada di awang-awang pikiran.
There’s a river…of sorrow…running through my heart…
To the long night…I will follow…
The glimmer in the dark…
Lord you are…the Human Spark…

(Tuhan…jaga mereka semua untukku…mereka semua orang yg kuhoneyi dan selalu ada di hati, walaupun tak ada di sisi…kini…), do’aqu melihat langit.
Kueratkan genggaman tangan, pada liontin yg kupegang. Kulekatkan kepalan, di dada yg berdetak kencang. Memory oh memory…

END, this Chapter.

Lihat juga : Cerita Lucu | Berita Hot | Cerita Panas | Photo

No comments:

Post a Comment